Untuk mendapatkan sebuah kerangka
berpikir akan suatu hal bukan sesuatu yang mudah, diperlukan suatu pemikiran yang
mendalam, tidak menyimpulkan hanya dari fakta yang dapat terindra, atau hanya
dari sekedar informasi-informasi yang terpenggal. Selain itu diperlukan sebuah
pemikiran yang cerdas dan mustanir (cemerlang) akan setiap maqlumat tsabiqah
(informasi ) yang dimilikinya dan berupaya dengan keras menyimpulkan sesuatu
kesimpulan yang memunculkan keyakinan.
Saya ambil sebuah contoh, karena
dengan contoh ini dapat dengan mudah kita memahami apa itu kerangka berpikir.
Pada SMA saya memiliki sebuah teman yang banyak sekali membaca buku tentang
konsep-konsep islam dan juga umum. Saya agak ‘terhibur’ (membuat saya
tersenyum), setiap kali dia membaca sebuah buku dia akan dengan semangat
menceritakan pemahaman dia sesuai dengan yang dia baca. Tetapi yang lucu bagi
saya adalah, pemahamannya seakan ‘berubah-ubah’ sesuai dengan buku apa yang dia
baca terakhir. Apa yang terjadi pada teman saya tersebut dikarenakan dia belum
memiliki kerangka berpikir sehingga apa yang dia ketahui sebenarnya hanya
penggalan-penggalan informasi. Walaupun begitu saya salut dengan dia karena dia
memiliki wawasan yang luas, sayang tidak dibingkai dengan sebuah kerangka
berpikir.
Kemudian bagaimana mengetahui kita
telah memiliki kerangka berpikir?
Seperti yang saya jelaskan diatas,
kerangka berpikir adalah pemahaman yang paling mendasar yang mendukung
pemahaman selanjutnya. Suatu tolak ukur yang paling mudah adalah apakah kita
telah memahami pemahaman yang paling mendasar tersebut, atau pertanyaan sebelum
itu, apakah kita telah mengetahui pemahaman apa yang mendasari
pemahaman-pemahaman selanjutnya. Saya akan jelaskan dengan contoh lagi.
Ketika dulu saya belajar mengenai
kimia di SMA pada kelas 1, saya benar-benar tidak memahami apa yang dimaksudkan
oleh guru, sehingga mendapat nilai < 6 bukan suatu perkara yang aneh . kemudian pada kelas 2,
secara ‘iseng’ teman saya mengajak saya tuk mengikuti olimpiade kimia, terima
kasih buat teman saya tersebut. Pada soal-soal olimpiade ternyata saya mendapat
sebuah pertanyaan yang lebih fundamental dan tidak terkesan ‘book oriented’
seperti di sekolah, tapi lebih bersifat analisis dan filosofis. Dari hal itu
saya mulai menyadari ‘kerangka berpikir’ mengenai kimia. Sesungguhnya hampir
semua konsep kimia seperti reaksi kimia, kesetimbangan, laju reaksi, larutan, pH,
dll ditopang oleh konsep stoikiometri. Konsep Mol, atom keterkaitannya dengan
ikatan-ikatan kimia antar atom dan molekul mendasari semua konsep-konsep kimia.
Dari pemahaman yang baik mengenai kerangka berpikir kimia tersebut, membuat
saya dapat dengan cepat mencerap informasi-informasi/konsep-konsep baru dalam
hal kimia, dapat dengan mudah mengkaitkan konsep baru tersebut dengan kerangka
berpikir yang telah terbentuk.
Walaupun begitu kerangka berpikir
pada dasarnya adalah sebuah pemahaman, bisa jadi kerangka berpikir itu memiliki
kekurangan dan ketidaksempurnaan. Pada saat olimpiade kimia di SMA, saya
benar-benar ‘mentok’ dengan pembahasan mekanisme reaksi. Dengan konsep mol atau
atom yang saya pahami sebelumnya, ternyata tidak bisa saya korelasikan sama sekali
dengan konsep mekanisme reaksi. Sama seperti kita menyelesaikan
permasalahan-permasalahan fisika klasik, maka konsep yang harus kita pahami
untuk menciptakan kerangka berpikir adalah hukum-hukum newton, pengaruh gaya
terhadap percepatan (F = ma) dan teman-temannya. Tetapi ketika masalah yang
ditemukan kemudian adalah permasalahan fisika modern einstenian, dibutuhkan
sebuah kerangka berpikir yang lain untuk menyelesaikannya.
Seperti saat saya memahami keislaman
saya dengan benar, maka hal yang harus dipecahkan sebelumnya adalah pemahaman
yang paling mendasar bagi setiap manusia “dari mana saya, whats the meaning of
my existence in this world, dan akan kemana saya setelah mati” setelah
pemahaman tersebut didapatkan maka saya telah membentuk sebuah kerangka
berpikir mengenai konsep ketuhanan, konsep itu yang akan menopang keyakinan
akan konsep-konsep selanjutnya, seperti konsep monoteisme dan al-qur’an sebagai
wahyu dari sang pencipta. Atau dalam tataran fiqh islam dikenal yang namanya
ushul fiqh, pada dasarnya fiqh praktis maupun ushul fiqh keduanya bersumber
dari al-qur’an dan asunnah, sama-sama sebuah pemahaman. Tetapi dengan ushul
fiqh, kita dapat memiliki suatu acuan yang jelas untuk dapat menghasilkan fiqh
praktis melalu proses ijtihad.
Harus diingat kerangka berpikir pada
dasarnya adalah sebuah pemahaman, layaknya sebuah pemahaman maka pemahaman
tersebut dapat salah, kurang, atau tidak sempurna. Ini penting saya jelaskan,
karena kadang terdapat orang-orang yang memiliki kerangka berpikir yang salah yang
pada akhirnya melahirkan kesimpulan-kesimpulan yang salah pula. Sebuah kerangka
berpikir yang salah konsekuensinya akan semakin besar dibandingkan pemahaman
yang salah, karena kerangka berpikir biasanya akan membentuk pola sikap dan
pola pikir bagi yang memiliki kerangka berpikir tersebut. Saya ingin mengambil
contoh orang-orang JIL (Jaringan Islam Liberal) yang jika disimak, ternyata dia
menggunakan dalil al-qur’an dan assunnah tetapi dengan kerangka berpikir
‘kebebasan akal/penafsiran’, sehingga semakin banyak dalil yang dia miliki,
dapat semakin banyak pula kesimpulan salah yang dia hasilkan.
Kemudian saya ingatkan pula kerangka
berpikir itu layaknya sebuah pondasi pada sebuah rumah, pondasi tanpa atap,
jendela, atau pintu sungguh suatu rumah yang tidak sedap dipandang, tidak dapat
menaungi sang pemilik rumah, dan tidak memberikan kenyamanan. Atap, jendela,
atau pintu dapat diibaratkan sebagai pemahaman-pemahaman turunan yang
dihasilkan oleh kerangka berpikir tersebut. Semakin banyak ilmu/pengetahuan yang
didapat dan dikaitkan dengan kerangka berpikir tersebut dan semoga diamalkan,
maka semakin lengkaplah atap, jendela, atau pintu rumah tersebut. Tetapi
sebaliknya banyaknya ilmu/pengetahuan tanpa didukung oleh kerangka berpikir
yang kuat, bagaikan seorang penghuni rumah yang mewah tetapi selalu gelisah
karena dia khawatir pondasi rumahnya akan hancur walau oleh sedikit goncangan.
Tetapi sangat sayang sekali, untuk
menciptakan kerangka berpikir bagi saya membutuhkan waktu, fasilitas dan usaha
yang cukup keras. Sedangkan tuntutan pendidikan saat ini justru tidak melihat
hal tersebut, banyaknya materi yang harus dipahami dan hanya dalam waktu
singkat ditambah dengan minimnya fasilitas baik alat maupun pendidik, menjadi
suatu hal yang sangat…sangaaaat sulit bagi kebanyakan orang untuk menciptakan
kerangka berpikir. Oleh karena itu banyak materi-materi kuliah yang dijalani
hanya sebatas informasi jangankan membentuk sebuah kerangka berpikir, mengubah
informasi tersebut menjadi sebuah pemahaman saja sudah syukur alhamdulillah.
(dosen : alasan aja, kuliahnya aja jarang, gimana bisa ngerti toh mas…,
mahasiswa : hehe)
Oleh karena itu kadang-kadang banyak
orang memulai ‘belajar’ untuk menciptakan kerangka berpikir tersebut justru
pada saat dia telah bekerja, karena pada saat bekerja dia bertemu fakta
permasalahan secara langsung, dia coba kaitkan dengan teori-teori yang pernah
dia pahami, kemudian dari beberapa kali usahanya menyelesaikan
permasalahan-permasalahan tersebut barulah dia mendapatkan pemahaman. Dari pemahaman-pemahaman
yang didapatnya itu dia akan memikirkan sebenarnya apa yang mendasari
permasalahan-permasalahan tersebut, maka terbentuklah kerangka berpikir dia
mengenai permasalahan tersebut.
Close Sections
………………………..Sebelum baca ini, lupakan dulu statement2 diatas, , biar clear aja
Kalau sebuah pembahasan terasa semakin kompleks dan membingungkan, kemudian kita sulit untuk mengikutinya, maka lebih baik kita ‘back to the big picture’. Pada intinya adalah:
1. Pemahaman apa sih yang mendasari konsep XYZ? or
2. Apa sih sebenarnya akar permasalahan dari masalah XYZ?
………………………..Sebelum baca ini, lupakan dulu statement2 diatas, , biar clear aja
Kalau sebuah pembahasan terasa semakin kompleks dan membingungkan, kemudian kita sulit untuk mengikutinya, maka lebih baik kita ‘back to the big picture’. Pada intinya adalah:
1. Pemahaman apa sih yang mendasari konsep XYZ? or
2. Apa sih sebenarnya akar permasalahan dari masalah XYZ?
0 komentar:
Posting Komentar